Pelaksanaan program transmigrasi di Sumatera Utara terkendala kesulitan mendapatkan lahan untuk penempatan para transmigran.

"Cukup sulit, apalagi harus melibatkan banyak instansi," kata  Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Drs. BOTB Sihombing, MIP, di Medan, Selasa.

Menurut dia, pihaknya menyadari bahwa program transmigrasi masih dibutuhkan untuk mengendalikan kepadatan penduduk di suatu daerah.

Apalagi berdasarkan pengalaman selama ini, program transmigrasi cukup mendukung upaya pengembangan suatu daerah karena ada pembukaan lahan yang masih kosong.

Ia mencontohkan kawasan Mandailing dan Natal di Kabupaten Tapanuli Selatan berkembang setelah menerima transmigran sehingga menjadi kabupaten tersendiri.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, program tersebut sulit dilaksanakan karena Disnakertrans Sumut kesulitan untuk mendapatkan lahan penempatan.

Dengan keterlibatan banyak instansi, cukup banyak pula aturan yang harus dipatuhi sehingga penyediaan lahan tersebut semakin sulit dilakukan.

Selain pihak Pemkab, penentuan lahan itu juga harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Kehutanan setempat.

Adakalanya, menurut dia, Pemkab memiliki lahan tertentu dan bersedia memberikannya untuk menjadi lokasi transmigrasi tetapi tidak diperbolehkan Dinas Kehutanan karena dianggap sebagai kawasan hutan.

"Karena dinyatakan sebagai kawasan hutan, lahan itu tidak boleh dibuka untuk ditempati transmigran," katanya.

Ia mencontohkan penetapan lahan di Desa Sibagindar, Kecamatan Pagindar, Kabupaten Pakpak Bharat, yang akan dijadikan sebagai lokasi transmigrasi.

Namun karena ditetapkan sebagai kawasan hutan, program transmigrasi yang telah direncanakan sejak 2002 itu tidak dapat dilaksanakan.